Legenda Si Pahit Lidah dan Mata Empat di Danau Ranau
OKU Selatan, Pojokjurnal.com - Danau Ranau cukup dikenal bagi masyarakat Sumatera bagian selatan seperti halnya Danau Toba di Sumatera Utara dan Danau Maninjau di Sumatera Barat. Pemandangan yang indah mengelilingi Danau Ranau, di belakang Danau tersebut terdapat gunung seminung dengan tinggi 1880 meter di atas permukaan laut, serta tebing dan barisan perbukitan. Ini pun dikelilingi dengan area persawahan dan perkebunan yang menjadi lahan pencaharian bagi warga penduduk setempat.
Secara teori ilmiah sejarah terbentuknya Danau Ranau, diyakini akibat gempa tektonik dan letusan Gunung Merapi, namun danau yang terletak di wilayah Sumatera Selatan dan Lampung ini menyisakan segudang cerita legenda pada masyarakat di sekitar tempat tersebut.
Menurut tetua masyarakat Ranau dan lima suku di OKU Selatan ini meliputi, Marga Ranau, Haji, Daya, Kisam, dan Semende dipercaya secara turun temurun bahwasannya asal usul, Danau Ranau ini berasal dari pohon ara raksasa. Konon, di zaman dahulu tepat di tengah-tengah danau saat ini tumbuhlah pohon Ara raksasa berwarna hitam. Berdasarkan penelusuran dari berbagai sumber serta keterangan dari juru kunci makam Si Pahit Lidah dan Si Mata Empat, H Haskia.
Danau Ranau terbentuk berawal ketika masyarakat berbagai penjuru daerah berkumpul di bawah pohon ara ingin mencari sumber air. Konon di waktu itu warga mengalami kesulitan air bersih. Berkumpulnya masyarakat dari seluruh pelosok ini sendiri, setelah menerima kabar berita jika ingin mendapatkan sumber air, warga berbagai suku ini harus menebang pohon ara tersebut. Masyarakat yang berbondong-bondong berdatangan ini sendiri dari berbagai daerah membawa bekal makanan seperti, sagon, kerak nasi, untuk dijadikan bekal selama mencari batang pohon dipercaya akan mengeluarkan sumber air tersebut. Setelah warga ini berkumpul, akhirnya mereka sepakat untuk menebang pohon ara raksasa tersebut. Namun, mereka dibuat kebingungan bagaimana cara menebang pohon ara raksasa nan besar itu.
Alkisah, sampai akhirnya ditengah kebingungan itu muncullah seekor burung hinggap diatas puncak pohon ara yang memberikan petunjuk, jika ingin menebang pohon ini, mereka harus memiliki alat bentuknya mirip dengan kaki manusia.
Akhirnya, warga bergotong royong membuat alat dari batu menggunakan gagang dari kayu. Setelah berbulan - bulan akhirnya pohon ara raksasa kemudian tumbang. Nah, dari lubang bekas pohon ara itulah mengeluarkan air dan akhirnya meluas hingga membentuk Danau. Sedangkan, batu, tanah dan pohon ara melintang besar akibat serpihan dari tumbangnya pohon ara menjadi bukit ada sekeliling Danau Ranau dan satu diantaranya adalah Gunung Seminung.
Sedangkan untuk air panas kini menjadi lokasi pemandian wisatawan dipercaya terbentuk akibat amarah mahluk halus yang mengetahui pohon ara dirobohkan warga. Sehingga mahluk halus penghuni Gunung Pesagi meludahi Danau hingga akhir membuat sebagian air di Danau Ranau berubah menjadi panas.
Sementara berdasarkan cerita ilmiah, asal usul Danau Ranau tersebut, awalnya terbentuk akibat Gempa Besar berasal dari letusan Vulkanik Gunung Berapi, yang kemudian membentuk cekungan besar. Di mana, sebelumnya sungai besar mengalir di kaki gunung berapi mengisi cekungan tersebut. Dan setelah bertahun-tahun lamanya, lubang bekas letusan gunung tersebut dipenuhi genangan air membentuk danau luasnya 125.9 kilometer persegi.
Nama Danau Ranau sendiri, dipercaya terbentuk karena kebiasaan masyarakat setempat menyebut tumbuhan dan semak ada di sekeliling danau sering disebut oleh warga setempat Ranau.
Karena lokasi danau tersebut dekat tumbuhan dan rumput. Maka, secara turun temurun hingga saat ini danau itupun dinamakan Danau Ranau.
Cerita mengenai Danau Ranau tidak bisa dipisahkan dari legenda Si Pahit Lidah dan Si Mata Empat. Karena diyakini di tepi Danau Ranau inilah kedua tokoh sakti itu dimakamkan.
Menurut juru kunci H Haskia, di sini terdapat dua buah batu besar. Satu batu telungkup diyakini sebagai makam Si Pahit Lidah dan satu batu berdiri sebagai makam Si Mata Empat. Makam keduanya terletak di kebun warga Sukabanjar bernama Maimunah.
Si Pahit Lidah atau Serunting Sakti dan Si Mata Empat adalah dua pendekar yang menjadi legenda terkenal bagi masyarakat di kawasan Ogan Komering Ulu Selatan, baik Si Pahit Lidah maupun Si Mata Empat, keduanya merasa paling hebat di antara keduanya. Si Mata Empat pun menantang Si Pahit Lidah karena dia mengetahui kelemahan Si Serunting yaitu mempan dengan batang Bambu Kuning yang telah jadi jemuran (dalam bahasa daerah setempat disebut ” Bemban Aur Kuning”). Namun niatnya tersebut diurungkan karena kalau berkelahi secara langsung tentu dia akan kalah dengan kutukan lidahnya yang pahit itu.
Kemudian Si Mata Empat menggunakan permainan licik yang hanya menguntungkan dirinya sendiri. Caranya, secara bergiliran keduanya harus tidur menelungkup di bawah rumpun bunga aren. Lalu, bunga aren di atas akan dipotong oleh salah satu di antara mereka. Siapa bisa menghindar dari bunga dan buah aren yang lebat dan berat itu, dialah pemenangnya. Setiap orang diberi kesempatan memotong tiga kali bila buah yang di jatuhkan belum mengenai musuh. Si Pahit Lidah tidak mengetahui kalau Mata Empat telah berbuat licik terhadapnya. Di dalam tandan buah enau telah dipasangi bambu runcing dari batang Bambu Kuning yang merupakan kelemahan dari ilmu kebalnya. Dengan sistem undian yang telah mereka sepakati Si Mata Empat mendapat giliran pertama. Sesuai namanya, Si Mata Empat juga memiliki dua mata lain, yakni di belakang kepalanya. Dengan secepat kilat Si Pahit Lidah lalu memanjat pohon aren yang ada di tepi danau tersebut.
Dengan tenangnya Si Mata Empat menelungkup di bawah pohon. Lalu buah aren berhasil dipotong dan dijatuhkan oleh Si Pahit Lidah. Tentu saja Si Mata Empat bisa melihat arah jatuhnya buah aren tersebut. Karena mata di kepala mata empat bisa melihat ketika bunga aren jatuh meluncur ke arah Mata Empat.
Dengan mudahnya Si Mata Empat bisa menghindar dari runtuhan buah aren tersebut. Dengan kesal Si Pahit Lidah memotong buah aren yang lebih besar. Tapi si Mata Empat dapat menghindar lagi dari jatuhan buah aren tersebut. Si Mata Empat dengan sombongnya mempersilahkan Si Pahit Lidah untuk melakukan sekali lagi. Dengan perasaan hampir putus asa, Pahit Lidah memotong buah aren yang lebh besar dari yang ketiga.
Tapi dengan kemampuan yang dimilikinya, Mata Empat bisa menghindar untuk ketiga kalinya dari jatuhan buah aren tersebut. Dengan perasaan kecewa Pahit Lidah turun dari pohon aren tersebut. Kini giliran Si Pahit Lidah untuk manjat pohon aren. Dengan secepat kilat juga Si Mata Empat memanjat dan si Pahit Lidah sudah menelungkupkan badannya di bawah rumpun pohon itu.
Mata empat pun dengan alat yang telah disiapkannya memotong buah aren tersebut. Gugusan buah aren itu meluncur deras ke bawah. Si Pahit Lidah tak mengetahui hal itu. Badannya tetap berada persis di bawah luncuran itu. sehingga dia tak menghindar.
Pahit Lidah berteriak kesakitan sejadi-jadinya karena buah aren yang besar dan berat serta bambu runcing dari Bemban Aur Kuning tersebut mengenai tubuhnya. Tubuh Si Pahit Lidah bersimbah darah dan dia tewas seketika secara mengenaskan. Si Mata Empat senang, dan merasa puas, dia bisa membuktikan pada semua orang, dirinyalah yang lebih sakti dari Si Pahit Lidah.
Namun rasa ingin tahunya muncul, mengapa lawannya itu mendapat julukan Si Pahit Lidah?, Benarkah lidahnya memang pahit?. Lalu karena penasaran, dia masukkan jarinya ke dalam mulut si pahit lidah yang sudah mati itu. Setelah itu, dijilatnya jarinya sendiri yang sudah terkena liur Si Pahit Lidah. Ternyata, rasanya pahit sekali dan beracun. Rasanya lebih pahit dari akar empedu. Rupanya itu racun yang mematikan. Si Mata Empat pun mengerang-erang kesakitan memegangi tenggorokannya. Tapi apa mau dikata. Racun tersebut telah menjalar ke seluruh tubuhnya. Dan seketika itu juga tubuhnya membiru. Maka Si Mata Empat pun juga tewas di tempat yang sama. ( IM )
Posting Komentar